"Karena itu kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah.
Pikirkanlah perkara yang di atas bukan yang di bumi
Kolose 3:1-2"
Saya bukanlah cewek tangguh dengan fisik yang kuat. Tapi sekali saya diajak naik gunung, saya ingin lagi dan lagi mencobanya. Sayangnya, keterbatasan waktu dan teman membatasi keinginan saya. Dari naik gunung akan ada sejuta pejaran yang bisa kau bawa pulang.
Saat kita naik gunung, akan ada banyak hal yang tabu untuk dilakukan, kenapa? Karena takut penghuni atau penunggu gunung itu marah. Misalnya tertawa berlebihan, apalagi menertawakan orang lain.
Bisakah kita menerapkan analogi ini dalam perjalanan kita menuju puncak-Nya Tuhan? Analogi ya, bukan menganggap Tuhan sebagai penunggu gunung yang mistis. Bisakah kita menganggap tabu hal-hal duniawi yang tidak diperkenan Tuhan dan berfokus jalan menuju puncak Tuhan.
Saat naik gunung kita dilarang membawa banyak barang, kenapa? Karena berat, kau akan semakin lama sampai ke puncak.
Begitu juga dalam hidup ini, kita jangan serakah. Menambah berat beban bawaan kita dan mungkin akan membuat kita terseok-seok menuju puncak-Nya Tuhan.
Saat naik gunung, kita sebaiknya terus bergerak agar hangat, kalau diam aja, hawa dingin akan semakin menusuk-nusuk menyiksa.
Begitu juga dalam hidup ini, kita tidak boleh malas dan berdiam, nanti kita mati tergerus dunia, tenggelam dalam kelemahan kita karena tidak mau berusaha.
Saat naik gunung, pikiran kita biasanya hanyalah puncak. Capek? Iya, pegel? Iya, haus? Pasti, air mesti dihemat juga, laper? Iya, ga ada makanan enak kayak nasi padang atau pizza hut saat naik gunung, kecuali emang niat bawa sih, yg paling sering ada ya indomie, telur rebus, sosis, sama cokelat atau gula merah buat penambah stamina. Tapi kenapa pendaki masih tetep mau susah-susah menjalani itu semua? Karena mereka tahu, ada puncak yang indah yang menanti mereka di atas. Mereka ga begitu merasakan lagi capek, lapar, haus itu.. Yg ada dalam pikiran mereka "semua ini akan terbayar dengan sampainya mereka di puncak"..
Perjalanan ke puncak gunung, bolehkah saya menganalogikannya seperti perjalanan menuju Kerajaan Allah? Saya tidak pusing lagi dengan makanan, dengan lelah, saya tidak serakah membawa banyak harta, saya terus bergerak agar tidak diserang hawa dingin, dan saya memiliki pengharapan bahwa ada Puncak Indah yang menantikan di atas sana..
Komentar
Posting Komentar