Setelah tulisan tentang pendakian Prau di sini yang tak panjang dan tak juga lebar, maka kali ini saya akan menulis tentang perjalanan kami setelah turun gunung. Jadi, setelah turun dari Prau kami gak langsung balik kanan ke Jakarta, perjalanan masih lumayan panjang dan tentunya menarik untuk diceritakan, sayang aja saya terlalu sibuk malas untuk menuliskannya segera, sehingga baru kesampean nulis lagi sekarang, sekitar 3 bulan setelah kejadian dan sebulan setelah tulisan terakhir saya di blog ini.. wkwkwk
Setelah turun dari Prau, akhirnya kami tiba juga di basecamp pendakian, dan bergegas untuk membersihkan diri a.k.a mandi, secara perjalanan dari bawah ke atas dan dari atas ke bawah kami nabung debu, so, setelah di bawah ketemu air rasanya legaa bingiit, meskipun airnya ngeri-ngeri sedap, maksudnya ngerinya itu karna airnya dingin binggo tapi seger.. hehe
Setelah membersihkan diri dan istirahat, kami kemudian beranjak untuk melanjutkan perjalanan mengeksplor Dieng. Sebelumnya kami sudah searching tentang lokasi wisata di Dieng dan memutuskan untuk mengunjungi beberapa saja, kami memilih untuk tidak mengunjungi yang mistis-mistis kayak sumur Jalatunda. Sebelum naik ke Prau, kami udah janjian sama mas-mas yang jualan mi ongklok, jadi mas ini yang ngurusin rental motor buat kami, jadilah kami menyewa empat motor, karena kami cuma bertujuh jadi ada satu temen yang bawa motor sendiri.
Awalnya formasi bawa motornya itu (kalo gak salah ingat) : Ajis boncengin Alfi, ini motor paling keren di antara keempat motor tersebut,Yamaha Vixion, tapi sekaligus menjadi cerita paling ngeri-ngeri sedap di bagian akhir nanti, kemudian Kak Wahyu boncengin Fadilah, Fadli boncengin saya dan Julmi bawa motor sendiri (ketiga jenis motor yang lainnya saya udah lupa, motor bebek yang jelas). Awalnya saya pengen boncengan sama Julmi tapi dia gak berani boncengin orang di jalan yang penuh lika liku, tikungan, tanjakan,dan penghianatan , jadilah saya minta bonceng sama Fadli, dia sebenernya dari awal gak pengen bonceng orang, alasannya karena dia baru belajar bawa motor, tapi karena Julmi gak berani bonceng eyke, jadilah Fadli dengan terpaksa menampung eyke.. wkwkwk.. Saat perjalanan dimulai, saya nyaman-nyaman aja diboncengin ama anak ini (Fadli), kayak orang udah lincah dia, jadi saya memutuskan untuk mempercayai bahwa Fadli hanya hiperbola saat dia bilang dia baru belajar.
Tempat pertama yang kami kunjungi adalah kawasan Komplek Candi Arjuna, di dalam kawasan ini berdiri beberapa candi, sebagian gak boleh disentuh karena sedang dalam proses pemugaran.
Candi-candi di dalam komplek ini memiliki nama-namanya sendiri, di antaranya Puntadewa, Sembadra, Semar, Srikandi dan Arjuna. Saat kami tiba di kawasan wisata ini, hari sudah cukup siang dan matahari bersinar terik, jadi rasanya agak kurang nyaman, berkunjung ke sini mungkin sebaiknya pagi atau sore saat matahari tidak bersinar terik. Pemandangan sekitar kawasan candi yang cukup indah dan jarak pandang yang luas sebenarnya sayang banget buat dilewatkan dan tak diabadikan. Makanya, meskipun panas-panas terik kita harus tetap berjuang mendapat pose yang bagus di sini, hehe..
Setelah foto-foto di beberapa candi, kak Wahyu dan Alfi mencoba untuk menunggangi kuda yang disewakan di kawasan sekitaran candi, hanya mereka berdua yang mencoba, saya dan teman-teman yang lainnya memilih untuk menjadi penonton saja, hehe..
Setelah itu kami pun beranjak untuk menuju tempat wisata yang lainnya, setelah sebelumnya nongkrong sebentar di dekat tempat parkir sambil makan kentang goreng, sumpah buat saya ini kentang gorengnya enak banget, biasanya kentang digoreng setelah dipotong atau diiris tipis atau persegi panjang, yang di sini beda, kentangnya dipotong dalam potongan yang besar, mungkin hanya dibagi menjadi empat bagian lalu digoreng, setelah itu diberi bumbu penyedap (gak tau namanya apa), ada yg rasa keju dll, enak lah pokoknya, sepertinya Dieng merupakan salah satu wilayah penghasil kentang.
Dari kawasan Candi Arjuna, kami bergegas menuju Kawah Sikidang, dan matahari sudah semakin tegak lurus di atas kepala kami, sebuah pilihan yang buruk mengunjungi kawah di tengah siang bolong matahari menyinarisemua perasaan cinta , yang udah pernah mengunjungi kawah pasti ngerti nih, suasana di sekitaran kawah itu agak panas dan bau belerang, gak enak deh pokoknya baunya, sebelum masuk ke dalam ada banyak penjual yang menawarkan masker, sebaiknya segera beli maskernya, sekitar Rp.2000/masker, kecuali kalian udah bawa masker sendiri.
Kawah Sikidang ini mungkin adalah tempat yang indah, tapi sekaligus juga paling nggak nyaman di antara semua tempat wisata yang kami kunjungi di Dieng, menurut saya ya ini, hal ini disebabkan oleh kami yang baru saja turun gunung, semakin tinggi sebuah gunung maka semakin dekat kita dengan matahari dan semakin menyengatlah matahari itu ke kulit kita, membakar dengan kejamnya (sumpah ini lebay), jadilah setelah turun dari gunung kulit muka pada terkelupas dan perih, lalu mengunjungi kawah yang hawanya panas dan baunya menyengat, sudahlah, saat masuk kawasan sekitar kawah hanya satu yang saya inginkan : "ayo kita segera berlalu dari tempat ini". Meskipun begitu, saya akan tetap menceritakan sedikit keadaan di sekitaran kawah, kalau keadaan di dalam kawahnya saya nggak tahu, menyelam ke dalam air aja saya nggak bisa apalagi menyelam ke dalam kawah yang airnya mendidih-didih. Saat pertama kali masuk ke dalam, kita harus menempuh perjalanan dengan kaki sendiri sekitar kurang lebih 300an meter, di kanan kiri kita akan menemui banyak pedagang, pedagang souvenir, obat-obatan tradisional, tongkat ajaib, bawang merah, kentang, sayuran dan banyak lagi, ada juga pemilik hewan dan burung2 kayak kuda dan burung hantu yang disewakan sebagai objek foto bersama, yang membuat saya tercengang-cengang, mereka kok bisa ya sanggup berada di tempat dengan hawa panas menyengat dan bau tak sedap selama berjam-jam.. okelah.. mereka sudah terbiasa, ala bisa karena biasa.
Di pinggir kawah, ada beberapa penjual telur yang telurnya dimasak langsung di dalam kawah, nah perhatikan foto di atas, di belakang kami ada 3 buah kayu/bambu yang berjejer, nah bambu itu dibuat seperti pancing dan telur digantungkan pada bambu itu kemudian ditaruh di pinggir kawah dan kawah akan memasak telur tersebut, saya lupa harganya karena saya sendiri tidak membeli bahkan memakannya, sejujurnya saya sudah badmood berada di tempat itu.. wkwkkwk
Setelah keluar dari kawasan Kawah Sikidang, kita akan disambut oleh tempat semacam pasar, di sini banyak dijual oleh-oleh khas Dieng, di antaranya Carica, yaitu manisan khas Dieng yang terbuat dari buah carica, buah carica sendiri setelah saya search di google bentuknya mirip seperti pepaya, hanya ukurannya lebih kecil.
Dari Kawah Sikidang, kamipun beranjak ke lokasi lainnya, tujuannya sebenarnya ingin melihat Telaga Warna, tapi katanya (lupa kata siapa), kalau mau liat Telaga Warna mending gak usah masuk ke kawasan wisata Telaga Warnanya, ada tempat yang lebih bagus yang juga bisa melihat Telaga Warna, dan bayarnya lebih murah. Kamipun sampai di tempat itu, yang ternyata bernama 'Batu Ratapan Angin', cukup dengan membayar Rp.3.000 untuk masuk. Kekurangannya adalah kita perlu berjalan menanjak untuk bisa melihat Telaga Warna, dan ternyata Telaga Warnanya hanya bisa dilihat dari atas, dari ketinggian, mungkin kalo yang mau lihat lebih dekat sebaiknya masuk ke dalam kawasan wisata Telaga Warna yang resmi langsung. Tapi pemandangan dari kawasan Batu Ratapan Angin tetap indah kok, hanya butuh perjuangan jalan mendaki, kamipun hanya setengah perjalanan sampai ke atas, gak kuat nanjak lagi, sudah cukup di Prau, hehe..
Setelah lelah mengunjungi 3 tempat, perut pun mulai krucuk-krucuk minta diisi, dan kamipun beranjak meninggalkan tempat ini, menuju warung makan, wkwkkw...
Setelah berputar-putar mencari, kami akhirnya menemukan sebuah warung dan mengisi perut ini.. hehe.. Karena kami masih punya banyak waktu, kamipun bertanya pada pemilik warung di mana lagi lokasi wisata yang recomended , si pemilik warung mulai menjelaskan beberapa tempat dan akhirnya entah dari mana awalnya Telaga Menjer menjadi topik utama pembicaraan. Katanya kalau ada yang pacaran, ke sana, gak lama mereka akan putus tapi sebaliknya kalo gak pacaran bisa jadi 'jadian'.. wkwkwk.. oke itu cuma mitos, tapi kami memutuskan untuk ke sana saja, dan setelah selesai makan kamipun beranjak menuju Telaga Menjer, and what happen later?? To be continued......
Setelah turun dari Prau, akhirnya kami tiba juga di basecamp pendakian, dan bergegas untuk membersihkan diri a.k.a mandi, secara perjalanan dari bawah ke atas dan dari atas ke bawah kami nabung debu, so, setelah di bawah ketemu air rasanya legaa bingiit, meskipun airnya ngeri-ngeri sedap, maksudnya ngerinya itu karna airnya dingin binggo tapi seger.. hehe
Setelah membersihkan diri dan istirahat, kami kemudian beranjak untuk melanjutkan perjalanan mengeksplor Dieng. Sebelumnya kami sudah searching tentang lokasi wisata di Dieng dan memutuskan untuk mengunjungi beberapa saja, kami memilih untuk tidak mengunjungi yang mistis-mistis kayak sumur Jalatunda. Sebelum naik ke Prau, kami udah janjian sama mas-mas yang jualan mi ongklok, jadi mas ini yang ngurusin rental motor buat kami, jadilah kami menyewa empat motor, karena kami cuma bertujuh jadi ada satu temen yang bawa motor sendiri.
Awalnya formasi bawa motornya itu (kalo gak salah ingat) : Ajis boncengin Alfi, ini motor paling keren di antara keempat motor tersebut,Yamaha Vixion, tapi sekaligus menjadi cerita paling ngeri-ngeri sedap di bagian akhir nanti, kemudian Kak Wahyu boncengin Fadilah, Fadli boncengin saya dan Julmi bawa motor sendiri (ketiga jenis motor yang lainnya saya udah lupa, motor bebek yang jelas). Awalnya saya pengen boncengan sama Julmi tapi dia gak berani boncengin orang di jalan yang penuh lika liku, tikungan, tanjakan,
Rossi Wahyudin.. wkwkwk |
Tempat pertama yang kami kunjungi adalah kawasan Komplek Candi Arjuna, di dalam kawasan ini berdiri beberapa candi, sebagian gak boleh disentuh karena sedang dalam proses pemugaran.
Candi-candi di dalam komplek ini memiliki nama-namanya sendiri, di antaranya Puntadewa, Sembadra, Semar, Srikandi dan Arjuna. Saat kami tiba di kawasan wisata ini, hari sudah cukup siang dan matahari bersinar terik, jadi rasanya agak kurang nyaman, berkunjung ke sini mungkin sebaiknya pagi atau sore saat matahari tidak bersinar terik. Pemandangan sekitar kawasan candi yang cukup indah dan jarak pandang yang luas sebenarnya sayang banget buat dilewatkan dan tak diabadikan. Makanya, meskipun panas-panas terik kita harus tetap berjuang mendapat pose yang bagus di sini, hehe..
Setelah foto-foto di beberapa candi, kak Wahyu dan Alfi mencoba untuk menunggangi kuda yang disewakan di kawasan sekitaran candi, hanya mereka berdua yang mencoba, saya dan teman-teman yang lainnya memilih untuk menjadi penonton saja, hehe..
Setelah itu kami pun beranjak untuk menuju tempat wisata yang lainnya, setelah sebelumnya nongkrong sebentar di dekat tempat parkir sambil makan kentang goreng, sumpah buat saya ini kentang gorengnya enak banget, biasanya kentang digoreng setelah dipotong atau diiris tipis atau persegi panjang, yang di sini beda, kentangnya dipotong dalam potongan yang besar, mungkin hanya dibagi menjadi empat bagian lalu digoreng, setelah itu diberi bumbu penyedap (gak tau namanya apa), ada yg rasa keju dll, enak lah pokoknya, sepertinya Dieng merupakan salah satu wilayah penghasil kentang.
Dari kawasan Candi Arjuna, kami bergegas menuju Kawah Sikidang, dan matahari sudah semakin tegak lurus di atas kepala kami, sebuah pilihan yang buruk mengunjungi kawah di tengah siang bolong matahari menyinari
Kawah Sikidang ini mungkin adalah tempat yang indah, tapi sekaligus juga paling nggak nyaman di antara semua tempat wisata yang kami kunjungi di Dieng, menurut saya ya ini, hal ini disebabkan oleh kami yang baru saja turun gunung, semakin tinggi sebuah gunung maka semakin dekat kita dengan matahari dan semakin menyengatlah matahari itu ke kulit kita, membakar dengan kejamnya (sumpah ini lebay), jadilah setelah turun dari gunung kulit muka pada terkelupas dan perih, lalu mengunjungi kawah yang hawanya panas dan baunya menyengat, sudahlah, saat masuk kawasan sekitar kawah hanya satu yang saya inginkan : "ayo kita segera berlalu dari tempat ini". Meskipun begitu, saya akan tetap menceritakan sedikit keadaan di sekitaran kawah, kalau keadaan di dalam kawahnya saya nggak tahu, menyelam ke dalam air aja saya nggak bisa apalagi menyelam ke dalam kawah yang airnya mendidih-didih. Saat pertama kali masuk ke dalam, kita harus menempuh perjalanan dengan kaki sendiri sekitar kurang lebih 300an meter, di kanan kiri kita akan menemui banyak pedagang, pedagang souvenir, obat-obatan tradisional, tongkat ajaib, bawang merah, kentang, sayuran dan banyak lagi, ada juga pemilik hewan dan burung2 kayak kuda dan burung hantu yang disewakan sebagai objek foto bersama, yang membuat saya tercengang-cengang, mereka kok bisa ya sanggup berada di tempat dengan hawa panas menyengat dan bau tak sedap selama berjam-jam.. okelah.. mereka sudah terbiasa, ala bisa karena biasa.
Ninja Hatori |
gersang dan panas bukan? |
telur yang dimasak di dalam kawah |
Dari Kawah Sikidang, kamipun beranjak ke lokasi lainnya, tujuannya sebenarnya ingin melihat Telaga Warna, tapi katanya (lupa kata siapa), kalau mau liat Telaga Warna mending gak usah masuk ke kawasan wisata Telaga Warnanya, ada tempat yang lebih bagus yang juga bisa melihat Telaga Warna, dan bayarnya lebih murah. Kamipun sampai di tempat itu, yang ternyata bernama 'Batu Ratapan Angin', cukup dengan membayar Rp.3.000 untuk masuk. Kekurangannya adalah kita perlu berjalan menanjak untuk bisa melihat Telaga Warna, dan ternyata Telaga Warnanya hanya bisa dilihat dari atas, dari ketinggian, mungkin kalo yang mau lihat lebih dekat sebaiknya masuk ke dalam kawasan wisata Telaga Warna yang resmi langsung. Tapi pemandangan dari kawasan Batu Ratapan Angin tetap indah kok, hanya butuh perjuangan jalan mendaki, kamipun hanya setengah perjalanan sampai ke atas, gak kuat nanjak lagi, sudah cukup di Prau, hehe..
Telaga Warna tampak dari atas |
pada mikirin apa nih? |
Setelah berputar-putar mencari, kami akhirnya menemukan sebuah warung dan mengisi perut ini.. hehe.. Karena kami masih punya banyak waktu, kamipun bertanya pada pemilik warung di mana lagi lokasi wisata yang recomended , si pemilik warung mulai menjelaskan beberapa tempat dan akhirnya entah dari mana awalnya Telaga Menjer menjadi topik utama pembicaraan. Katanya kalau ada yang pacaran, ke sana, gak lama mereka akan putus tapi sebaliknya kalo gak pacaran bisa jadi 'jadian'.. wkwkwk.. oke itu cuma mitos, tapi kami memutuskan untuk ke sana saja, dan setelah selesai makan kamipun beranjak menuju Telaga Menjer, and what happen later?? To be continued......
Komentar
Posting Komentar